Pressiwa.com - Banyak yang beranggapan, bahwa menulis itu
susah. Mereka bilang, menulis itu butuh ketrampilan khusus, hanya profesor saja
yang bisa menulis. Begitulah katannya.
Padahal semua orang bisa menulis. Baik yang lulusan Sarjana, maupun yang lulusan SMP pun sebetulnya juga punya kemampuan untuk menulis. Buktinya Pak Dahlan Iskan, yang notabene gak pernah mengenyam studi S1 tulisannya begitu mendakik-ndakik dan tajam-mendalam.
Padahal semua orang bisa menulis. Baik yang lulusan Sarjana, maupun yang lulusan SMP pun sebetulnya juga punya kemampuan untuk menulis. Buktinya Pak Dahlan Iskan, yang notabene gak pernah mengenyam studi S1 tulisannya begitu mendakik-ndakik
Pun dengan Caknun, atau yang kerap disapa dengan Emha Ainun Najib. Kita sering mendapati tulisan-tulisan
Bukan sekali dua kali tulisan-tulisan
Kalau Caknun saja yang gak mengenyam pendidikan tinggi itu bisa menulis esai yang setajam silet, mestinya yang bergelar Sarjana tentu saja jauh lebih bisa dong ya.
Tapi dasarnya aja kegiatan menulis di media itu sudah lama distreotipekan susah. Apa-apa kalau sudah dianggap susah dari awal ya, akan selamanya susah terus. Pada akhirnya, orang-orang yang rajin menulis itu kita temukan jarang sekali.
Tapi beruntung, di Kota Pemalang masih ada beberapa orang yang mendedikasikan hidupnya untuk menulis. Taruhlah semacam Zahratul Wahdati , seorang cerpenis asal Randudongkal yang produktif sekali dalam menghasilkan ceperpen-cerpen
Atau Lutfi Aminuddin, seorang penulis kolom opini dan esais asal Petarukan yang gagasan-gagasan
Semoga tulisan-tulisan
Ayo Kita Mulai Menulis
Sambil ngopi di pagi hari, gak salahlah kalau kita nyambi-nyambi nulis. Nulis opini, views, news, esai, feture, cerpen, cermak, jurnal, dan jenis tulisan lain oke-oke saja kita coba. Tulisan gak harus yang ilmiah-ilmiah banget kok, gak harus juga menulis dengan istilah yang bikin pusing pala barbi. Aktivitas keseharian yang kita lakukan juga bisa ditulis.
Misalnya saja saat di Pemalang sedang marak pencurian sepedamotor. Maka kita bisa menulis tips-tips bagaimana caranya supaya sepeda motor tetap aman dari gondolan para curanmor yang kemplu itu.
Atau kita bisa menulis aneka tradisi menarik yang ada di desa-desa. Kan disetiap pedesaan Pemalang banyak tuh, aneka rupa tradisi menarik nan kece untuk ditulis. Itung-itung bisa ikut nguri-nguri budaya juga kan, bosquuu.
Gak usah grogi dengan kemampuan memahami Ejaan yang Disempurnakan (EYD) yang masih awul-awulan. Kepemahaman kita terhadap EYD akan membaik dengan sendirinya jika kita mulai rajin menulis.
EYD malah sebetulnya gak terlalu penting-penting
Di Pemalang sendiri, kini sudah banyak menggeliat portal media online. Mulai dari yang paling tua Tribratanews.co
Katannya Pemalang Pusere Jawa. Kalau filosofi dan city branding yang diusung seperti itu. Tentu kita harus menagih makna puser yang bagaimana ? Puser itu bersimilar dengan pusat. Kalau konteks pusatnya Jawa. Berarti Pemalang sedang mencoba merevitalisasi sebagai pusat kebudayaanya Jawa. Kalau benar demikian, tapi kok gak banyak sih tulisan-tulisan
Buktinya tradisi kuda lumping masih kalah dengan tradisi Kirab Kiai Slamet yang ada di Surakarta. Padahal Kota Surakarta tidak secara institusional menyebut sebagai pusat (pusere ) kebudayaan Jawa sebagai city branding-nya. Nah supaya wacana kepemalangan lebih menggema di seantero negeri, baik budayanya, wisatannya, kulinernya, dan segala potensi yang ada. Kita harus menuliskan tentang kepemalangan itu ke media-media digital maupun cetak. Percayalah dengan menulis, kemajuan suatu daerah bisa digapai.
Penulis Lutfi Aminuddin
Lutfi Aminuddin adalah kolumnis asal Petarukan-Pemal
EmoticonEmoticon