Pressiwa.com - Curhat / Mas Lutfi
dan Kang Nyoman di Kediaman Pressiwa, curhat dong…
Begini, Mas,
Kang. Jadi ceritanya, saya lagi lagi gundah gulana. Beberapa bulan yang lalu,
lelaki idaman saya (huhu) menikahi pacarnya. Bagi saya, ini tentu menyakitkan,
sebab kami sudah dekat selama satu tahun jadi kakak adek zone, friendzone,
dan segala zone-zone yang lain segala macam.
Nah, nggak
tahu bagaimana ceritanya, tanpa ancang-ancang dan tanpa ada tanda-tanda
sebelumnya, dia tiba-tiba sudah punya pacar, dan bahkan sudah mau nikah.
Hati saya
tentu remuk. Saya mencoba meminta penjelasan sama dia, eh si dia cuma diam
nggak jelas maunya apa. Saya
berusaha menabah-nabahkan diri dan hati, padahal asli, saya sesengukan berhari
hari. Sebagai teman, ya teman, saya datang ke nikahannya, salim, dan pulang.
Lutut sudah gemetar mau jatuh gara-gara nggak sanggup dan ndilalah highheels
juga ketinggian.
Pada
akhirnya, saya memutuskan untuk move-on, ya mau bagaimana lagi, toh dia
juga sudah nikah, sudah ketemu jodohnya (meskipun ya ampun, kok makin ciamik
saja sih habis nikah).
Nah, Mas,
Kang, di sini mulai timbul masalah.
Belum dua
bulan nikah, dia mulai lagi. Dia mulai sering wasap lagi apa di mana dan
sebagainya. Sebagai teman, ya, teman, saya tentu menanggapinya dengan
biasa-biasa saja. Namun jujur, sesungguhnya jantung saya blas nggak
biasa-biasa saja.
Ada semacam deg-degan yang sulit untuk dideskripsikan. Kami berbeda
kota, sebab dia pindah ke kota istrinya. Pernah suatu ketika, saya ada acara di
kota istrinya itu, dan saya diajak ketemu berdua, saya menolaknya.
Saya nggak
kuat, perasaan saya masih sama, dan dia mulai lagi, saya takut sekali. Dan
semakin hari, saya kok ya semakin kangen saja sama dia. Saya mesti gimana ya,
Kang, Mas? Barangkali kalian punya nasihat yang baik untuk saya.
Tari.
Jawab
Dear Tari
yang semoga raganya well walaupun hatinya dedel duwel,
Saya tahu
betul apa yang sampeyan rasakan. “Ditinggalkan” oleh seseorang yang sudah
sangat-sangat dekat dengan kita. Dan kita dipaksa untuk lepas dari
bayang-bayangnya.
Entah ini
sudah keberapa ratus kalinya saya mengatakan kalimat klise ini: “kalau kau
berani jatuh cinta, maka kau juga harus berani cintamu jatuh”, namun memang
begitulah kenyataannya. Jatuh cinta itu memang risikonya cuma dua, bahagia dan
merana.
Dan ndilalah, untuk kasus sampeyan yang satu ini, sampeyan
mendapat risiko yang nomor dua. Risiko yang hanya bisa ditutup dengan satu hal:
melupakan.
Dalam sebuah
hubungan, melupakan memang menjadi aktivitas yang luar biasa susah. Butuh usaha
yang keras. dan sebalnya, kadang, semakin kita berusaha dengan keras,
hasilnya malah semakin buruk, bukannya semakin lupa, tapi malah semakin ingat.
Kata Pablo Neruda “Love is so short, forgetting is so long,”
Begitu
sampeyan memutuskan untuk move-on, itu jelas sebuah langkah awal yang
bagus. Sebab, itu menjadi bukti bahwa sampeyan adalah perempuan yang sadar
diri, perempuan yang paham betul, bahwa terlarang hukumnya untuk menjalin
hubungan dengan lelaki yang sudah menjadi suami orang lain. Saya yakin,
sampeyan bukan perempuan yang menganut mahdzab “kutunggu dudamu”.
Ketika dia
ternyata pindah ke kota lain, itu sebenarnya adalah angin baik yang mendukung
sampeyan untuk bisa melupakan. Bagaimanapun, ingatan, seperti halnya perasaan,
ia tumbuh dan hidup oleh sebab kebiasaan. Ketika sampeyan semakin jarang
bertemu, semakin minim komunikasi yang terjalin, maka semakin mudah untuk
melupakan.
Nah, angin
baik ini harusnya sampeyan manfaatnya semaksimal mungkin. Batasi komunikasi
dengan dia. Kalau perlu, sampai pada batas nol persen. Ketika sampeyan sudah
berusaha membatasi, tapi justru dianya yang mulai menghubungi, cobalah untuk
menangkis. Jangan malah merasa kalah. Lelaki itu, Tari, semakin dia merasa
diharapkan, semakin brutal ia “menyerang”.
Coba untuk
secara implisit memberitahu dia bahwa sampeyan sudah berada di dalam kehidupan
yang baru, kehidupan yang seolah-olah mengatakan “tanpamu aku rapopo.”
Kalau perlu, katakan padanya bahwa sampeyan sedang dekat pria lain, sungguhpun
itu hanya berpura-pura.
“Mas, ini
aku lagi deket sama cowok, dia pemain ketipung di salah satu orkes melayu gitu,
orangnya standar sih, nggak cakep-cakep banget, tapi hentakan ketipungnya itu
lho, bikin aku meleleh panas dingin. Kira-kira mas punya usulan tempat nggak
buat kencan sama lelaki seorang pemain ketipung kaya dia?”
Cara terbaik
untuk melupakan sebenarnya adalah dengan mengingat yang baru, namun berhubung
sampeyan belum punya “yang baru”, maka berlagak seolah-olah sampeyan punya
tentu bukan opsi yang buruk. Intinya,
batasi komunikasi. Dan mentahkan segala pesan yang dia kirimkan. Buat dia tak
nyaman saat berkomunikasi dengan sampeyan, sampai pada titik tertentu, dia
malas menghubungi sampeyan.
Nah, dan
yang paling penting, selalu ingat nasihat ini: Jangan pernah menomorsatukan
orang yang menomorsekiankan kita. Ketika dia
sudah memilih perempuan lain untuk dinikahi, itu artinya, sampeyan bukan
perempuan nomor satu dalam hidupnya. Karenanya, berhentilah untuk
menomorsatukan dia, berhentilah memikirkannya. He doesn’t deserve you.
You deserve
better.
EmoticonEmoticon