Sabtu, 02 Desember 2017

Inggris Raya Mewakili Peradaban Barat yang Tak Terkalahkan Peradaban Timur ?

Tags


Pressiwa.com - Gedung-gedung tua yang tertata rapi di Glasgow, Edinburgh, dan Inggris Raya menunjukkan kualitas peradaban. Gedung-gedung itu bertarik antara 1600-1827 dan masih kokoh berdiri. Juga masih digunakan sebagai perkantoran, universitas, dan museum.

Jika kita tarik ke Nusantara, pada tahun 1600 adalah masa-masa pertumbuhan raja-raja nusantara modern, meminjam istilah yg digunakan M.C. Ricklefs. Tahun 1600 M adalah kira-kira masa-masa awal kerajaan Pajang, Demak. Lalu Mataram Islam di Jogjakarta dan Surakarta.

Dalam buku Babad Tanah Jawa, kisah tentang raja-raja masih dibumbui oleh mitos-mitos dan dongeng-dongeng yang tidak masuk akal, lha gimana tak masuk akal wong duduk ketika lewat tempat angker saja bilang permisi kepada penunggu yang tak kasat mata.

Sementara derap peradaban di Barat dibangun melalui rasionalitas pada tahun-tahun itu. Ada start pemikiran yang berbeda yang kelak akan menentukan kekalahan-kekalahan Nusantara dalam melawan penjajah yang memilukan.

Barat menjajah bangsa-bangsa Timur dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan militer. Sementara Timur masih dikuasai oleh mitos dan kekuatan gaib. Metode yang berbeda membuat perhitungan-perhitungan Timur kurang akurat, lalu kalah.

Itulah sebabnya, bangsa Barat menjajah bangsa Timur. Portugis, Belanda, dan Inggris menaklukkan bangsa Timur termasuk Indonesia, bertahun-tahun lamanya. Tak heran jika setiap perlawanan selalu mudah ditepis.

Namun walaupun begitu, setiap perlawanan selalu punya arti historis. Pangeran Diponegoro muda terinspirasi oleh perlawanan Raden Ronggo, bupati Madiun, terhadap kesewenang-wenangan Inggris tahun 1812. Sir Thomas Stamford Raffles adalah Gubernur Jendral yang berkuasa atas Tanah Jawa 1811-1816. Raden Ronggo terbunuh oleh pasukan Mataram atas perintah Raffles.

Tahun 1825-1830, Diponegoro memimpin perlawanan terhadap Belanda. Sangat tidak seimbang, karena Belanda dilengkapi oleh senjata militer dan memobilisasi tentara-tentara bayaran dari India, Ambon, dan lain-lain.


"Diponegoro ditangkap dan dibuang ke Menado (?)"


Ratusan ribu tentara Jawa tewas dan hanya seribuan pasukan Belanda mati. Dalam sejarah, perlawanan Diponegoro tidak sia-sia. Diponegoro telah mengajari tentang perjuangan keadilan dan kesetaraan. Perjuangannya menginspirasi perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.
Mengapa kita kalah dan dijajah ratusan tahun? Dan belanda berhasil "menggarong" sumber daya yang kita miliki ?

Setidaknya ada 3 sebab utama, pertama tidak adanya konsep persatuan, kedua kalah kelengkapan militer, ketiga kalah ilmu pengetahuan strategis.

Pada abad-abad 15, 16, 17, dan 18 Eropa telah mengalami kematangan peradaban. Teknologi militer, kapal-kapal, dan ilmu-ilmu humaniora telah dipelajari untuk tujuan penaklukkan. Inilah sisi gelap Eropa yang berlumuran darah. Ketika Eropa menjajah hampir sepertiga dunia, bangsa-bangsa selainnya menjadi jarahan. Itulah sebabnya Eropa lebih dahulu mengalami modernisasi di segala bidang.

Penting untuk dicatat bahwa modernisasi Barat Eropa terjadi berkat orang-orang Muslim abad pertengahan yang menerjemahkan dan mengembangkan warisan Yunani-Rumawi. Ini diakui oleh Bernard Lewis yang menyebut Muslim abad pertengahan sebagai transmitter bagi peradaban Barat modern.

Ketika kolonialisme Eropa atas bangsa non-Eropa terjadi disusunlah narasi-narasi melalui karya-karya sejarah, seni, sastra, dan sosiologi yang menteorikan bahwa bangsa Timur adalah "govlok", tidak berperadaban, pemalas, warga kelas tiga, sulit diajak maju, dan segala "tetek bengek" lainya, tetek kok bisa bengek sih.

Narasi-narasi itu juga menegaskan bahwa Barat dan Timur tidak bisa dijembatani. Di Israel bahkan bilang Timur selamanya akan menjadi Timur. Inilah yang oleh Edward Said disebut sebagai terjebak pada "orientalisme". Menurut Said, orientalisme sangat jahat karena ia mendefinisikan, menafsirkan, dan menempatkan
Timur dalam "kerangken" yang sudah dipatok.

Timur lalu ditafsirkan, didefinisikan, diukur dengan ukuran-ukuran Barat. Tak ada ukuran lain.
Saya kira ini masih berlaku sekarang. Seseorang dikatakan dosen bermutu bila karya-karyanya telah dimuat oleh jurnal-jurnal yang telah ditentukan mereka: scopus, thomson, dan lain-lain.

Orientalisme masih mengekang kita dalam ukuran-ukuran yang telah ditentukan Barat. Timur harus tunduk selamanya kepada Barat.

Perlawanan Raden Ronggo dan Diponegoro yang sangat heroik dan historis, kini harus kita warisi dengan transformasi pendidikan, pembaruan pemikiran keagamaan, dan kesadaran penuh tentang pentingnya stabilitas politik melalui persatuan. Kita harus melampaui mazhab dan organisasi menuju kesatuan dan persatuan berbangsa.



EmoticonEmoticon