Selasa, 05 Desember 2017

Beberapa Pabrik Gula Jaman Kompeni yang Ada di Pemalang, Nomer 4 Sudah Hancur Lebur

Tags


Pressiwa.com - Eksistensi Pemalang sebagai pusat komoditi gula pasir dunia pernah mencapai puncak ke jayaanya pada akhir abad ke 18. Seolah masih dalam satu tarikan nafas, industri gula di Pemalang berhasil menancapkan kukunya di beberapa negara-negara Eropa Utara, dan Asia Selatan.

Pencapaian ciamik industri gula di Pemalang, ditopang oleh kesuburan tanahnya yang tidak ada duanya. Kesuburan tanah Pemalang ini telah lama tergambar dalam naskah perjalanan kuno, yang dibuat Pujangga Manik pada pertengahan abad ke 15.

Naskah Kuno Pujangga Manik yang berisi catatan perjalananya menjelajahi daratan utara Pulau Jawa kemudian dibaca oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda dengan baik. Lewat naskah kuno tersebutlah, kolonial Hindia Belanda tahu bahwa Kabupaten Pemalang memiliki tanah yang sangat subur.

Temuan ini berlanjut pada upaya membangun pusat industrialisasi pertanian Jawa dengan episentrum berada di Pemalang. Maka dibangunlah pabrik pengolahan gula. Masyarakat menyambutnya dengan gegap gempita, Rejik van Bowel sebagai pemimpin daripada Indiest Suikerfabriek mulai membangun pabrik gula di Pemalang. Daerah mana saja tepatnya. Berikut saya paparkan.


1. "Pabrik Gula Sumber Harjo”


Pabrik Gula Sumberharjo dibangun pada tahun 1911 dengan menempati lahan seluas 1800 meter persegi. Pembangunanya sebetulnya cukup kontroversional, karena menggusur area perkebunan kelapa.

Mungkin karena orang Pemalang dari dulu sudah terkenal memiliki hati yang ikhlas. Akhirnya mereka bilang “yowes ben”, seperti lagunya Via Vallen.  Kerelaan masyarakat Sumberharjo berbuahkan hasil, tak disangka-sangka pabrik Sumberharjo berhasil menyerap ribuan tenaga kerja dari desa Mengori, Saradan, Sewaka, Bojong Nangka, dan daerah-daerah sekitarnya.

Namun depresi besar ekonomi (greet depresion) pertanian pada tahun 60-an membuat Pabrik Gula Sumber Harjo terpaksa mengubah pabriknya menjadi tempat pengolahan semen. Demikian seperti dikutip dalam Skripsi berjudul Dinamika Ekonomi Pabrik Gula Sumber Harjo, Nurmi Kusumaning Tyas.

Pabrik Gula Sumberharjo saat ini masih berdiri menampakan muka lesunya. Lha gimana tak lesu, PG Sumber Harjo saat ini hanya menggiling tebu tidak lebih dari 2 kali dalam satu tahun. Permasalahannya klasik, sekarang tidak ada desa yang mau menanam tebu.


2. “Pabrik Gula Spirtus”


Pabrik Gula Spirtus merupakan pabrik gula tertua yang ada di Pemalang. Berdiri pada tahun 1803 pabrik yang berlokasi di Spirtus ini mulai aktif mengkapalkan produksinya hingga ke daerah Tiongkok Selatan. Namun sayang seribu sayang. Pabrik Gula Spirtus hancur lebur tak tersisa rimbanya. Karena di serang oleh kaum proletariat yang tak mendapat gaji sepadan, atas kerja kerasnya itu. Jadi semacam kayak kerja bakti gitu bro sis.


3.“Pabrik Gula Comal Baru”


Pabrik Gula Comal baru dibangun pada tahun 1830-an. Pabrik gula yang menjadi pengganti dari Pabrik Gula Spirtus ini telah mengubah kondisi ekonomi di daerah Ampelgading, dan Comal menjadi lebih baik. Kejayaan Pabrik Gula Comal Baru berlangsung cukup lama, hal ini lantaran Sungai Comal menjadi pusat utama lalu-lintas perdagangan dari hulu Pemalang hingga hilir begitu ramai.

Kapal-kapal itu mengangkut tebu yang di dapat dari kawasan Pemalang Selatan dibawa melalui sungai Comal. Tak heran kita temui jangkar kapal bertarik 1800-an yang ditemui di dasar sungai comal pada saat pengerukan pembuatan jembatan Posongan.

Namun kejayaannya berakhir sudah. Pada tahun 70-an Pabrik Gula Comal Baru gulung tikar, seiring dengan berkurangnya bahan baku tebu karna tak adalagi penerapan “culturstelsel”.


4. “Pabrik Gula Banjar Dawa”


Pabrik Gula Banjar Dawa dibangun pada tahun 1911. Menempati area seluas 1930 meter persegi. PG Banjar Dawa sempat menjadi saksi bisu kejayaan industri gula di tingkat dunia.

Sejarawan asal Australia, Anton E Lucas dalam bukunya berjudul Di Bawah Asap Pabrik Gula “mengemukakan bahwa PG Banjar Dawa telah melakukan peng-eksporan ke Eropa Timur pada tahun 1920-an. Ekspansi luar biasa tersebut membuat PG Banjar Dawa diminati masyarakat asing untuk datang bekerja di tempat ini.

Salah satunya Petrik Kleidensen, pekerja asal Rumania ini bekerja di PG Banjar Dawa cukup lama. Ia bekerja pada bagian klerek perkereta apian.” Namun sayang pada masa revolusi. PG Sumberharjo di bakar oleh masyarakat. Pabrik hancur lebur seketika, hanya menyisahkan cerobong asap yang sekarang berada di belakang SMPN 2 Taman.


5. “Pabrik Gula Petarukan”


Pabrik Gula Petarukan dibangun pada tahun 1926. Pabrik Gula Petarukan merupakan pabrik gula termuda yang ada di Kabupaten Pemalang. Sempat menggerakan ekonomi daerah-daerah sekitar seperti Kalirandu, Pesucen, Karangasem, dan Kendalasari. PG Petarukan cukup sukses.

PG Petarukan pada masa kejayaanya menjadi pabrik gula paling diminati oleh para pekerja. Maklum bro sis, gajinya paling tinggi diantara semua pabrik gula yang ada di Jawa. Pembaca Pressiwa juga tak menolak, jika digaji tinggi kan.

Namun kejayaannya tak berlangsung lama, kerusuhan Peristiwa Tiga Daerah membuat PG Petarukan hancur tak tersisa. Rel kereta yang membentang dari Desa Gondang melewati Desa Petanjungan kemudian tak lagi beroprasi. Kalau saja Koramil Petarukan tidak merobohkan puing penggilingan yang berada di sebelah kantornya. Mungkin jejak kejayaan PG. Petarukan bisa di ketahui.

Namun sayang, kelemahan bangsa ini memang gampang sekali menghancurkan peradaban. Padahal butuh bertahun-tahun untuk membentuknya. Gula Indonesia sekarang berasa getir, kalah dengan gula rafinasi asal Tiongkok.

Kata para pemimpin negeri ini. Biarlah gula berasa pahit, wong rakyat jelata yang mengkonsumsinya. Saya biasa pake gula tropika. Gak level pake gula pasir. Yowes ben suka-suka mereka. Daripada pusing mikir industri gula Indonesia yang lagi sekarat. Lebih baik kita dangdutan saja. Serrr.





EmoticonEmoticon