Pressiwa.com - Warga Gunungsari RT.03, 04, 05. RW.008 dan RT.03. RW.009
Kelurahan Sawunggaling, Kecamatan Wonokromo, Surabaya, menerima tindakan
sewenang-wenang baik intimidasi maupun kontak fisik yang dilakukan
oleh Kodam V Brawijaya dan Korem 084, pada tanggal 9 Juli 2015, dalam
upayanya menyita lahan yang ditempati oleh masyarakat dengan dalih bahwa lahan
tersebut adalah milik Kodam V Brawijaya. Berikut ini kisahnya...
Berawal pada tanggal 14 Agustus 2014, warga RW.008 dan RW.009
Kel.Sawunggaling, Kec.Wonokromo, mendapat undangan pertama dari Kodam V
Brawijaya perihal penertiban aset milik TNI AD, akan tetapi warga tidak
menghadiri undangan tersebut, karena warga tidak merasa menempati rumah dinas
TNI AD dengan SIP ( Surat Ijin Penempatan ), sehingga Kodam memberikan
undangan kembali sebanyak 8 kali kepada warga, dan warga tetap tidak memenuhi
undangan tersebut karena isi undangan tersebut adalah tentang penertiban dan
pengosongan rumah / bangunan aset milik TNI AD, dan sekali lagi warga
menegaskan bahwa rumah dan bangunan yang ada di wilayah jalan Gunungsari,
Surabaya adalah milik pribadi masing -masing warga dengan bukti surat
kepemilikan SHM, HGB dan sebagian masih berupa Akta Jual Beli Notaris.
Setelah tidak mendapatkan respon warga Gunungsari atas undangan
tersebut, maka pada bulan April 2015 TNI AD datang secara tiba-tiba ke
rumah-rumah warga yang diwakili oleh SIPAM Kodam V Brawijaya, Kapten Priyo
didampingi oleh beberapa anggota TNI AD, mengintimidasi warga, mereka meminta
warga untuk membuat MoU dengan pihak TNI AD, menurut penjelasan secara lisan, MoU
tersebut secara garis besar mewajibkan warga untuk melakukan sewa-menyewa atas
rumah milik warga kepada TNI AD Kodam V Brawijaya.
Pada hari Kamis tanggal 9 Juli 2015 pukul 10:00 wib, warga didatangi oleh komandan
Korem Kol. Nur, dan Kodim dengan mengerahkan 1 ( satu ) kompi pasukan,
untuk memaksa warga / penghuni rumah di jalan Gunungsari untuk menandatangani MoU
( Memorandum of Understanding ) sewa-menyewa, apabila warga tidak mau,
maka akan diusir secara paksa dan rumah disegel ( dirantai lalu digembok
dari luar ) oleh TNI AD, wargapun bergeming dan akhirnya TNI AD melakukan
penyegelan.
Berdasar pengakuan warga, ada beberapa warga yang di seret keluar dari
rumah dan ada yang terluka. Ada juga warga yang masih tertinggal didalam rumah
tetapi TNI AD tetap melakukan penyegelan. 35 unit rumah akhirnya sisegel,
listrik dari PLN diputus begitu saja, jika warga keberatan atas tindakan yang
dilakukan mereka, warga dipersilahkan untuk menggugat melalui jalur hukum,
padahal jika dicermati, tindakan yang dilakukan oleh TNI AD terhadap
warga merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan melanggar Hak Asasi Manusia.
Secara spontan seluruh warga Gunungsari terutama para perempuan ( di garis
depan ) memblokir / menutup jalan Raya Gunungsari dan sekaligus berhadapan
dengan TNI AD, warga gunungsari membubarkan diri setelah Kapolsek
Wonokromo memfasilitasi mediasi antara Ketua Paguyuban Masyarakat
Gunungsari dengan TNI AD yang diwakili oleh Komandan Kodim.
Ketua Paguyuban meminta kepada TNI AD untuk membuka segel namun
Komandan Kodim mengabaikan permintaan Ketua Paguyuban dan sampai saat ini rumah
warga tetap dalam keadaan tersegel.
Perlu diketahui bahwa warga jalan Gunungsari-Surabaya telah menempati
wilayah ini sejak tahun 1950 dan saat itu keadaan tanah masih berupa rawa-rawa,
sedangkan Kodam V Brawijaya berdiri tahun 1974 yang letaknya jauh dibelakang
pemukiman warga di jalan Gunungsari.
Wilayah Gunungsari adalah tanah Hak Eigendom Verponding 9837 (
E.3956 scbd ) yang sah secara hukum, sehingga warga memiliki bukti surat-surat
kepemilikan berupa SHM, HGB dan juga ada yang berupa Akta Jual Beli Notaris,
hingga saat ini jalan Gunungsari telah dihuni 667 jiwa terdiri dari 189 Kepala
Keluarga, dan berdiri 151 bangunan permanen rumah tinggal.
Sedangkan Pihak Kodam sampai saat ini tidak dapat menunjukkan bukti
berupa surat-surat ( legal formal ) kepada warga bahwa tanah wilayah
Gunungsari-Surabaya adalah milik TNI AD Kodam V Brawijaya. Mereka hanta
berpegang pada spesifikasi sebagai berikut:
Data tanah dari Kodam V Brawijaya:
1. Alamat: Ksatrian Gunungsari
2. Luas: 1.080.860 m2
3. Peruntukan: Perkantoran dan perumahan
4. Bukti Milik Awal: Surat ukur no 31/1956/a.w tanggal 19 Desember
1956
5. Status: BMN TNI AD sejak th. 50
Spesifikasi diatas ( surat ukur ) tidak bisa dijadikan bukti otentik.
Jika hanya dengan surat ukur bisa meng-klaim bahwa suatu wilayah adalah
miliknya, maka semua orang di Indonesia bisa saja memiliki lahan hanya dengan
surat ukur dan itu dianggap sah. Menurut UUPA No.5 tahun 1960, menyatakan bahwa semua peraturan dibawah
tahun 1960 sudah tidak berlaku. Sedangkan warga Gunungsari sah berdasar UUPA
1960 dengan pasal-pasal berikut ini:
Hak guna bangunan
Pasal 35
(1) Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu
paling lama 30 tahun.
Ketentuan-Ketentuan Konversi
Pasal 1
(1) Hak eigendom atas tanah yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang
ini sejak saat tersebut menjadi hak milik, kecuali jika yang mempunyai tidak
memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam pasal 21.
Seharusnya dan sepantasnya TNI AD Kodam V Brawijaya menunjukan bukti-bukti
kepemilikan atas tanah di jalan Gunungsari kepada warga jika mereka memang
berhak atas tanah tersebut, bukan hanya asal dalam membuat
pernyataan, yang menyatakan bahwa sertifikat SHM, HGB yang dimiliki oleh warga
Gunungsari adalah palsu.
Hingga saat ini warga tinggal diantara puing-puing bangunan dipinggir jalan
raya Gunungsari dengan tenda, tidur beralaskan tikar seadanya dan makan apa
adanya dalam suasana mencekam dan ketakutan.
Pemetaan antara daerah kekuasaan Kodam V Brawijaya & Warga
Gunungsari RW.008 dan RW.009:
Wacana Arogansi Aparat
Arogansi masih mewarnai wajah aparat keamanan di negeri ini. Arogansi itu
ditunjukkan dengan perilaku melanggar hukum dan melakukan kekerasan di area
publik. Perilaku ini menjadi bukti reformasi kultural di lingkungan TNI belum
berhasil. Sifat merasa lebih superior dan memandang rendah terhadap
sipil maupun instansi yang lainnya harus dihilangkan. Hal tersebut justru akan
merugikan negara di mata internasional, apalagi institusi tersebut pokok
perannya adalah bertugas menjaga keamanan nasional.
Pembiaran terhadap sikap-sikap arogan akan menjadi
preseden buruk yang bisa menyebabkan gejala sesumbar kekuatan oleh aparat TNI
semakin menguat.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat,
sepanjang tahun 2010 terjadi 216 kasus arogansi aparat yang dilakukan anggota.
Pada tahun yang sama, anggota TNI tercatat melakukan 56 perilaku arogan, yang
antara lain berwujud penganiayaan, penembakan, dan intimidasi. Tahun 2011
sampai tahun 2018, jumlah perilaku arogan dari aparat, yang tercatat, meningkat
pesat. Kontras mencatat, tahun lalu, 201 kasus lainnya dilakukan anggota TNI.
Nah kemudian ada sebuah pertanyaan yang cukup menggelitik hati yaitu apakah
agenda reformasi kususnya penghapusan dwi fungsi ABRI secara substansi gagal
terlaksana?.
Alat kekuasaan seperti senjata, jabatan atau pangkat
yang dimiliki oleh aparat keamanan telah disalah gunakan.
Penyalahgunaan ini jelas terlihat dari ketika alat kekuasaan digunakan untuk
mengintimidasi rakyat sipil yang belum tentu bersalah. Disatu sisi aparat harus
melindungi rakyat sipil, tapi di sisi yang lain oknum aparat juga mengancam
rakyat sipil. Mungkin gejala ini adalah sebuah fenomena yang dikatakan oleh
Plato sebagai “megalothymia” yaitu keinginan atau motivasi seseorang
atau kelompok untuk diakui eksistensinya sebagai pihak yang superior.
Lawannya adalah Isothymia dimana kebutuhan emosional yang menginginkan
keberadaan seseorang apabila setara dengan orang lain (J Kristiadi :2012)
Salah satu faktor lain adalah tingkat psikologi dan emosional oknum
aparat keamanan yang terlalu agresif, ditambah pencetusan hak memiliki dan
menggunakan senjata api menambah aksi arogan aparat (Nitibaskara :2012).
Sepertinya aparat keamanan telah lupa “wejangan” dari Panglima Besar
Jendral Soedirman yang mengatakan “kita adalah tetara pejuang yang berasal
dari rakyat dan berjuang untuk NKRI, maka jangan sekali-kali kalian melukai
rakyat yang telah membesarkan kita"
EmoticonEmoticon