Minggu, 05 November 2017

Boleh Lugu, Tapi Jangan Sampai Kemakan Berita Hoax

Tags


Di “Jaman Now”, atau di  zaman dimana media digital menjadi sesuatu yang sangat di andalkan untuk mencari informasi. Munculah beberapa “portal berita” yang memuat kanal berita secara online. Kehadiran portal berita online ini banyak keuntunganya, selain aksesnya yang cepat, hemat, juga akurat.

Namun, portal berita online yang ada di internet ini tidak selamanya akurat, ada juga portal berita online di internet justru yang banyak menyebarkan “berita hoax”. Portal berita penyebar hoax ini bukanya akurat tapi malah bikin pembacanya “sekarat-njeprat” kurang makan kupat hehe.

Jika belakangan ini banyak yang jadi korban Hoax perpanjangan registrasi kartu seluler yang seharusnya terakhir sampai bulan Februari dan di kirimkan ke nomer 4444. Namun banyak korban yang tertipu registrasi ulang kartu dari sebuah informasi hoax di media online, bukanya mengirim format registrasi ulang ke nomer 4444, namun justru ke nomer lain yang sudah dipastikan akan di salahgunakan data pengirimnya.

Ini tentu penyebab ulah kita yang sering dengan “lugu-njegu”, sering membagikan berita yang tidak jelas kebenaranya. Baik berita dari Whatssapp, maupun dari portal berita online yang tidak kredibel.

Portal berita hoax ini jelas tidak kredibel dan tidak pantas jika di bagikan ke media sosial. Lalu portal berita hoax itu yang seperti apa? Portal berita hoax ini biasanya yang tidak terverifikasi oleh “Dewan Pers”, berdomain blogspot atau wordpress, dan tidak jelas kantor redaksinya.

Walaupun begitu, situs “bloger” yang memuat artikel-artikel biasa  “bukan berita”, atau bukan sebuah tulisan yang menuntut unsur kebaharuan (news), tidak bisa dicap portal hoax begitu saja, harus di teliti dulu kontenya. Beberapa portal berita hoax salah satunya adalah portal piyungan dot com, nusa dot com, dan masih banyak lagi total ada 800 ribuan (data Kominfo).

Kedua portal berita ini tidak terdaftar resmi di Dewan Pers, kantor redaksinyapun tidak jelas, tidak ada kode etik, tidak ada struktur kepengurusanya, dan konten yang berada di dalamnya, tidak di temukan di “media maenstrim” yang terdaftar di Dewan Pers. Memang ada orang-orang tertentu yang tidak suka ke-maenstriman suatu berita, orang-orang ini biasanya “pihak oposan”. Saya sendiri menyadari bahwa “keberimbangan” suatu berita itu sangat  di butuhkan.

Dalam hal ini, jika ada portal media berita online yang kontenya memberitakan “keberhasilan pemerintah” atau sebaliknya memberitakan kekurangan pemerintah, adalah sebuah kewajaran.  Media ini jelas menengahi, tidak berat sebelah, sehingga tidak “jomplang” istilahnya.
Justru bahaya jika hanya ada media yang selalu memberitakan “keberhasilan pemerintah”, namun tidak satupun konten yang memberitakan kekurangan pemerintah.

Kritik boleh saja, sebagai bagian dari dinamika demokrasi, asalkan kritik tersebut berdasarkan data yang valid dan tidak fitnah. Inilah yang kemudian menjadi titik fokus perjuangan Pressiwa, yaitu menyediakan “media opini” bagi masyarakat yang berimbang.


“Media Berita  yang Terverifikasi Dewan Pers”


Beberapa portal berita online kredibel yang terdaftar di Dewan Pers salah satunya adalah liputan6 dot com, kompas dot com, tribunnews dot com, detik com atau portal berita kredibel oposisi(pengkritik) pemerintah seperti sindonews dot com , republika dot com, dan masih banyak lagi total ada 77 media. (data Kominfo yang terdaftar di Dewan Pers).

Sebenarnya portal berita hoax ini kontenya sudah menjalar kemana-kemana, saya sendiri sering mendapat kiriman berita tidak jelas di media sosial berupa Whatsapp, dan paling banyak di Facebook. Untungya kiriman berita hoax itu tidak aku tanggapi dan aku “PHP-in” beritanya.

Jadi saya sarankan kepada para pembaca Pressiwa, jangan bagikan dulu ketika mendapat berita yang sekiranya aneh, paranoid, rasial dan mencurigakan. Cari kebenaranya dulu di media-media kredibel lain, jika tidak ada satupun yang mengangkat berita serupa di portal media online kredibel, kemungkinan besar Hoax. Jadi waspadalah ! waspadalah, demikian pesan dari bang Napi.