Dulu, sebelum zaman kemerdekaan, para mahasiswa merupakan penggerak masa yang paling diandalkan untuk melepaskan belenggu Indonesia dari penjajahan Belanda. Mahasiswa besar ketika itu diantaranya Dowes Deker, Soekarno, Boedi Oetomoe dan para mahasiswa besar lainya yang gigih luar biasa memperjuangkan Indonesia Merdeka.
Soekarno dengan pledoinya berjudul “Indonesia Menggugat” adalah salah satu karya paling monumental Soekarno ketika dirinya masih menjadi mahasiswa, Indonesia Menggugat isinya banyak mengutip kelompok kiri seperti Karl Max dan kelompok kanan John Locke, beberapa juga filsafat Mahatma Gandi, dan masih banyak para Ideolog lainya.
Yah, mahasiswa di era Soekarno adalah mahasiswa yang suka sekali “mempelajari ideologi”, perdeban berdarah-darah karena memperjuangkan ideologi tertentu sesama anak bangsapun banyak yang terjadi, Soekarno yang sosialis-nasionalis, Mohammad Hatta yang sosialis-federalis, Tan Malaka yang sosialis-Trotsky, DN Aidit yang seorang komunis-Leninis, SM Kartosuwiryo yang agamis-khilafais, Suharto yang otoritais-kapitalis kemudian berkelahi satu sama lain yang pada akhirnya banyak mahasiswa dan tokoh-tokoh besar itu yang tewas mengenaskan karena gagasanya.
Disini kita bisa melihat bahwa Ideologi itu adalah semacam pisau yang sangat tajam, pisau bisa berguna untuk mengupas Singkong, atau malah sebaliknya bisa membunuh Kingkong. Dalam hal ini ideologi juga bisa dikatakan semacam alat, alat itu bisa berguna atau malah dapat mencelakakan tergantung pemakainya.
Tujuan para ideolog itu sebenarnya amat mulia yaitu memajukan Indonesia, namun karena ada gesekan-gesekan kecil di antara banyak para pengusung ideolog itu akhirya banyak yang di korbankan. Disinilah sebenarnya Pancasila hadir, Pancasila itu bagiku bukan sebuah ideologi yang sudah final. saja, namun lebih tepatnya falsafah untuk mempersatukan para ideolog yang bertikai. Dalam hal ini Pancasila bisa di sebut Nasakom.
Lalu apakah mahasiswa kekinian itu harus seperti pada era Soekarno yang memperjuangkan kemajuan bangsa lewat Ideologi? Jawabanku adalah tidak. Kita sekarang hidup di abad teknik, bukan lagi hidup di era peseteruan ideologi, Prof. Kuntowijoyo juga pernah bilang seharusnya di era modernisasi semacam ini epistemen-nya adalah teori dan ekonomi, bukan lagi ideologi.
Teori dan ekonomi yang di maksud adalah, mahasiswa kekinian harus dapat menyelesaikan berbagai permasalahan lingkungan masyarakat setempatnya (problem solving), dalam hal ini, mahasiswa harus siap jika di tanya dengan pertanyaan “bagaimana caranya ?”
Mahasiswa farmasi misalnya jika di tanya “bagaimana cara menyembuhkan HIV AIDS ?” jawaban mahasiswa farmasi itu seharusnya menjawab dengan pertanyaan, oh penyakit itu bisa diobati dengan ramuan si anu, aku sudah membuatkan obatnya. Bukan jawaban caranya ubah dulu ideologi Pancasila menjadi ideologi Khilafah supaya tidak ada yang berani melakukan seks bebas, nanti tidak ada yang kena HIV AIDS. Yang kedua ini jawaban mahasiswa konyol, ibarat mau nyembelih ayam yang sudah sekarat tertabrak mobil pakai “alat golok” lalu ragu pinjam “alat pisau” ke rumah tetangga, karena kelamaan ayam nyaa keburu mati klepek-klepek, hehe.
Dalam hal ini mahasiswa di tuntut untuk “menciptakan karya” yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat sesuai dengan teori dan disiplin keilmuwan praktis yang di dapat, saranku silahkan ikuti Ormawa atau UKM yang mengasah kreativitas untuk berkarya. Mahasiswa kekinian juga bertempur di era Pasar Bebas, pembukaan keran investasi asing hampir terjadi di semua belahan dunia manapun. Tidak ada negara yang anti modal asing, bahkan sekelas negara tertutup seperti Korea Utara sekalipun, adanya pasar bebas dan penanaman modal asing ini meningkatkan imigran, orang asing bisa leluasa liburan bahkan mendapat pekerjaan di negara manapun, orang lokal-setempat yang tidak mempunyai skill tertentu bisa terpinggirkan, mahasiswa kekinian itu jelas harus memiliki skill, maka asah terus bakat dan minatmu lewat kursus atau outodidak.
Jika mengasaha bakat lewat autodidak juga hal yang baik, di era Globalisasi mahasiswa dapat mendapat apapun informasi yang ingin di dapatkan. Jika di era Soekarno berkirim surat harus lewat korespondensi, dan yang pada saat itu Soekarno berkirim surat dari Ende, NTT ke Jakarta membutuhkan waktu yang berhari-hari, sekarang kirim surat bukan hitungan hari lagi, hanya sekian detik saja.
Tentu ini berkat kemajuan teknologi, mahasiswa kekinian di harap mampu mengusai beragam teknologi, atau bahkan menciptakanya. Efek globalisasi tidak melulu bicara soal teknologi yang banyak manfaatnya, globalisasi juga dapat membawa pengaruh buruk terutama terorisme, maupun westernisasi.
Mahasiswa kekinian di harapkan anti kepada terorisme serta berperan aktif dalam perdamain dunia, sifat-sifat teroris yang membawa permusuhan antar agama, ras, suku, harus di jauhi, hormatilah dan respeklah terhadap keyakinan ibadah orang lain. Apalagi kita hidup di pasar bebas yang rawan konflik. Jika terjadi konflik kita bercerai- berai, jika bercerai-berai kapan kita maju, ingat kita bisa mendorong truk kontainer mogok jika di lakukan bersama-sama.
Westernisasi juga tidak selamanya berdampak baik, kadang westernisasi dapat menghilangkan budaya masyarakat setempat yang amat kaya seperti Pagelaran Wayang, Pagelaran Kuda Lumping, Pagelaran Sintrenan, dlsb di Pemalang , kini mulai di tinggalkan, mahasiswa yang katanya “agen of change” harus berperan aktif melestarikan budaya setempat.
Pada akhirnya mahasiswa jaman now harus menyadari bahwa kita sekarang hidup di abad teknik yang di harapkan dapat menemukan berbagai penemuan, “Bagaimana Caranya?” adalah pertannyaan wajib yang harus di jawab, mahasiswa pertanian jelas harus dapat membuat alat-alat pertanian yang produktif, mahasiswa farmasi harus membuat obat-obatan mujarab yang minim efek samping, mahasiswa keguruan harus mampu memperbaiki intelektual masyarakat , mahasiswa ekonomi harus mampu membuka ruang ekonomi kerakyatan baru dan terakhir mahasiswa jurusan “kurang piknik”, harus banyak piknik biar wajahya tak pucet hehe,🙂Ingat mahasiswa diwajibkan menjadi problem solving, al solusing, wa al permasalahing hehe.